



Posting ke-3
Pada kesempatan ini saya akan menulis tentang kepadatan kendaraan di kota Semarang yang saat ini mengalami peningkatan drastis jumlah kendaraan bermotor yang bertambah setiap tahunnya harus dikendalikan dan dibatasi. Tidak adanya kontrol terhadap pertumbuhan kendaraan bermotor membuat kec elakaan lalu lintas dan kemacetan tidak dihindarkan. "Wewenang untuk menekan jumlah kendaraan bermotor tersebut tergantung pada kebijakan pemerintah kabupaten/kota," ujar peneliti transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, di Kota Semarang, Kamis (5/11).
Berdasarkan data dari Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang, jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang hingga akhir tahun 2008 mencapai 919.699 unit, yang terdiri atas 763.748 kendaraan roda dua dan 155.951 kendaraan roda empat. Juml ah itu terus bertambah dibandingkan sebelumnya, yaitu 867.901 unit kendaraan (2007), 810.034 unit (2006), ( , 7/12).
Sebagai perbandingan, jumlah kendaraan bermotor di Jateng pada tahun 2008 mencapai 7.339.019 dengan rincian kendaraan roda dua berjumlah 6.525.860 unit dan kendaraan roda empat 873.159 unit. Pada September 2009, jumlah tersebut bertambah menjadi 8.362.724 unit kendaraan, dengan rincian, 7.221.738 kendaraan roda dua dan 1.140.986 kendaraan roda empat.
Untuk menekan pertumbuhan kendaraan bermotor, Djoko mengungkapkan, terdapat berbagai cara, lain dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor , biaya parkir ditambah, atau melarang pelajar menggunakan kendaraan bermotor.
Angkutan massal
Namun, kebijakan tersebut harus diimbangi dengan penyediaan angkutan massal yang murah dan nyaman. Djoko mencontohkan, pemkot dapat menyediakan angkutan massal seperti bus rapid transit (BRT) Trans Semarang untuk moda transportasi dalam kota Semarang atau kereta komuter untuk transportasi antarkota.
Tanpa adanya angkutan massal yang memenuhi standar pelayanan minimal, masyarakat bakal enggan beralih dari penggunaan kendaraan pribadi. Saat ini, BRT masih sepi penumpang karena pengoperasiannya belum optimal.
Sebagai gambaran, PT Trans Semarang selaku konsorsium BRT, merugi Rp 321 juta hingga akhir Oktober sejak BRT dioperasikan pada 18 September lalu. Hal ini karena jumlah penumpang rata-rata masih 2.500 orang per hari jauh dari target 6.800 penumpang per hari. "Soalnya pelayanannya belum optimal. Jumlah halte masih kurang, pembelian karcis masih di atas bus, dan halte belum dilengkapi dengan tenaga keamanan," kata Djoko.
Harga tiket BRT saat ini, yaitu Rp 3.500 per penumpang untuk umum dan Rp 2.000 untuk pelajar juga dinilai masih mahal karena sama dengan harga tiket bus Damri. Menurut Djoko, harga tiket idealnya bisa lebih murah sekitar Rp 3.000 per penumpang untuk umum dan Rp 1.500 untuk pelajar. Sumber:Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar